#spaceads {margin:0px;padding:0px;text-align:center} #spaceads img {margin:2px 2px;text-align:center;-webkit-border-radius: 5px;-moz-border-radius: 5px;border-radius: 5px;-webkit-box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;-moz-box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;} #bukarahasiaads img:hover {-moz-opacity: 0.7;opacity: 0.7;filter:alpha(opacity=70);}

Kamis, 29 November 2012

IBU, ANAK DAN SEPEDA REOT...

Seperti biasa dan seperti hari-hari yang lain memacu Si Kuda besi bersama dengan sang buah hati. Menjadi sebuah rutinitas, sembari ke kantor terlebih dahulu mengantar sang buah hati ke tempatnya menimba ilmu. Sepertinya pagi ini terasa dingin karna beberapa hari ini terus turun hujan dan cukup deras. Banyaknya si kuda besi yang sedang lalu lalang membuat jalanan terasa mengecil, ditambah lagi prilaku sang joki yang tak bertanggung jawab kadang melaju tanpa peduli dengan pengendara yang lain. Tiba di sebuah perempatan lampu merah, mataku tertuju pada sesosok manusia yang terhimpit diantara ramainya sikuda besi yang tengah berhenti. Seorang ibu dengan tenang sedang menopang sebuah sepeda reot karna memang lampu jalan itu sedang menyala merah. Dibelakang terbonceng seorang bocah laki-laki ceking dengan seragam merah putih yang juga duduk dengan tenang tanpa terganggu suara riuh raungan si kuda besi. Tak sungkan dan tak merasa canggung. Tak berselang lama lampu perempatan berubah warna dari merah menjadi hijau, menandakan jika sang joki diijinkan untuk kembali memacu si kuda besi. Demikian juga sang ibu dan putranya, dengan sigap dan tanpa canggung segera mengayuh pedal sepedanya yang tak lagi kokoh. Seakan tak peduli dengan suara klakson yang berkali-kali ditujukan kepada dirinya, dia tetap tenang dan terus mengayuh. Sepeda reotnya melaju dijalanan diantara si kuda besi yang tak ramah dengan dirinya. Mungkin hanya satu yang ada dibenaknya dia terus mengayuh agar anaknya sampai di sekolah dan tidak terlambat. Aku hanya mampu terpana menatap perjuangan sang ibu, seorang ibu yang begitu tegas dan sabar bahkan sudah tak lagi malu melakukan apa yang sedang ia lakukan. Dia rela mengorbankan perasaanya mengayuh sepeda reot diantara semua orang yang sudah tak lagi menggunakannya. Diantara banyak ibu yang tak lagi mau seperti dirinya. Diantara banyak ibu yang rela melepas anaknya berjalan sendiri ditengah keramaian manusia. Dan diantara banyak ibu yang sudah tak lagi peduli dengan pendidikan anaknya. Apa yang dia lakukan demi anaknya yang harus sekolah, demi anaknya yang tidak boleh seperti dirinya. Demi anaknya yang harus mampu merubah martabat keluarga, karna di Negara ini martabat dan status menjadi sangatlah penting. Sambil terus melaju aku juga berfikir, betapa hebatnya seorang ibu, orang yang tak pernah berhenti berjuang demi kebaikan sang anak, walau terkadang sang anak tak peduli, bahkan sering kali menyakiti perasaan sang ibu, membuatnya remuk redam, bahkan terpuruk karna merasakan kelakuan sang anak. Namun ibu tetaplah seorang ibu, yang tak pernah menyerah untuk anaknya. Apa yang dilakukannya membuatku sadar bahwa belum tentu aku mampu melakukan apa yang ibu itu lakukan. Terkadang kita hanya bisa mengeluh, mengeluh dengan kendaraan yang sudah sedikit tua, mengeluh dengan panas terik siang hari, mengeluh dengan hujan dan mengeluh dengan banyak hal yang lain. Bersyukur dengan sedikit hari ini yang Tuhan sudah beri, mungkin akan lebih baik dari pada banyak keluhan yang kita keluarkan dari pikiran kita yang memang tidak pernah merasa puas. (h a p p y..30112012)