#spaceads {margin:0px;padding:0px;text-align:center} #spaceads img {margin:2px 2px;text-align:center;-webkit-border-radius: 5px;-moz-border-radius: 5px;border-radius: 5px;-webkit-box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;-moz-box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;} #bukarahasiaads img:hover {-moz-opacity: 0.7;opacity: 0.7;filter:alpha(opacity=70);}

Rabu, 02 November 2011

WANITA PARUHBAYA, SAPU LIDI DAN JALANAN…

Saat matahari masih enggan beranjak dari peraduannya, wanita paruh baya ini telah meninggalkan balai-balai tidurnya yang rapuh. Meninggalkan sisa-sisa mimpi yang kadang membuatnya tersenyum. Namun dia harus segera menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan suami dan seorang anak perempuannya.
Pagi yang dingin, pagi yang gelap dan pagi yang memberi harapan. Perempuan ini menatap keluar dibalik dinding kayu rumah yang tak lagi kokoh, sambil mempersiapkan segala keperluan yang akan dipakai saat bekerja. Pekerjaan yang seharusnya bukan menjadi pekerjaannya.

Dengan topi yang sederhana, penutup mulut yang kumal dan sapu lidi dipundak, dia melangkah keluar, meninggalkan suami dan anak yang masih terlelap. Menatap mentari pagi yang perlahan mulai memperlihatkan rona keayuannya.
Menyusuri jalanan yang panjang dan sepi, dia melangkah dengan pasti menuju tempat yang dituju, tempat yang menjadi tanggung jawabnya.

Perlahan-lahan dia mengayunkan sapu yang ada ditangannya mencoba menggapai sisa-sisa sampah atau dedaunan yang ada diatas jalanan yang masih sepi. Tangan perempuan yang halus, namun harus melakukan pekerjaan yang kasar demi tuntutan kehidupan. Dia terus mengayuhkan sapu lidi ditangannya yang tak pernah pergi meninggalkannya, hingga pekerjaannya selesai.

Matahari mulai menunjukkan sinarnya yang hangat, bersamaan dengan pengguna jalan yang berlomba dengan waktu, melaju kencang dengan kendaraan yang nyaman, tanpa peduli ada seorang permpuan paruh baya yang sedang melakukan pekerjaannya. Tanpa peduli bahwa perempuan ini yang selalu setia setiap pagi memberi kita jalan yang bersih dan indah. Memberi kenyamanan pada mata kita untuk menatap jalanan yang elok dan segar.

Dia berehenti sejenak menatap jalanan panjang yang tadinya kotor, kini menjadi bersih. Dengan tersenyum bahagia dia pergi meninggalkan jalan itu, dengan sapu lidi di pundak dia beranjak, seakan menyampaikan salam untuk menunggunya esok pagi, karna dia akan kembali untuk jalan itu..

Dengan berdiri didepan cermin kita dapat melihat diri kita apa adannya, dan berusaha menutupi kekurangan yang ada walau dengan cara apapun.
Ketulusan melakukan sebuah pekerjaan tidak selalu diukur dengan seberapa besar upah yang didapat, namun seberapa besar pekerjaan itu berguna untuk orang lain…

Dapat menikmati keindahan adalah anugrah, namun yang terpenting adalah bagaimana kita dapat memelihara keindahan itu agar tetap menjadi anugrah buat kita, juga buat orang lain..


032011....................